Bisa dibayangkan bahwa korupsi yang sudah seperti gurita dimana uang negara di keruk hanya untuk kepentingan segelintir orang atau sekelompok orang yang mengatasnamakan organisasi. Panitia pengadaan atau pejabat pengadaan hanya sebagai boneka dalam proses korupsi tersebut, dimana para pemimpin atau orang-orang disekitarnya yang mencoba bermain dalam lingkaran pengadaan dengan mengatasnamakan balas budi, balas jasa atas pengangkatan pimpinan tersebut yang mengeluarkan dana dan beaya yang begitu besar sehingga mau tidak mau untuk dapat mengembalikan modal secara cepat adalah dengan masuk dalam lingkaran pengadaan, dimana mereka terlibat dari proses perencanaan, pembuatan HPS dan proses lelang yang akan mereka kawal sedemikian rupa hingga mereka pasti menang. Dengan begitu sebenarnya musuh yang paling berbahaya bagi panitia atau pejabat pengadaan adalah para pimpinan mereka yang begitu rakus mengeruk uang negara untuk kepentingan pribadi atau golongan mereka.
Innalillahi wa ina illahirojiun
adalah kata yang pas menjadi ungkapan atas rumitnya lingkaran pengadaan. Ramadhan telah tiba, Ayo para pihak pengadaan (dari rekanan, PA, KPA, PPK, Panitia Pengadaan dan PHPI ) untuk melakukan instropeksi diri atas bancaan pengadaan selama ini. Marilah pada bulan puasa ini kita mulai menata diri, menahan diri atas nafsu. Puasa merupakan tradisi tersendiri di dalam agama-agama. Agama monotheis telah
menjadikan puasa sebagai bagian penting di dalam ajarannya. Yahudi,
Nasrani dan Islam memiliki tradisi puasa. Ada yang melakukan puasa
dengan pantangan makanan tertentu. Jadi puasa sesungguhnya memiliki
genealogi teks di dalam agama-agama semitis lainnya.Sedangkan puasa adalah kewajiban bagi umat islam, dimana puasa adalah untuk menggembleng jiwa insannya untuk mulai menata kembali kehidupannya yang selama 11 bulan terakhir carut marut, dengan puasa sesorang akan dan harus mulai menahan haus, menahan lapar, menahan nafsu terutama nafsu dunia, nafsu keserakahan yang ada dalam diri masing-masing, dengan puasa diibaratkan dan merasakan bagaimana penderitaan orang-orang yang lapar karena tidak makan sehari, dua hari bahkan untuk mendapatkan makan mereka harus mengemis, mencari sisa-sisa makanan di tempat sampah dan seterusnya, seandainya para pemimpin tersebut bisa merasakan kehidupan mereka maka mungkin tidak ada lagi pejabat yang melakukan korupsi hanya untuk kepentingan sendiri atau golongan mereka.
Islam di dalam syariat puasa telah
menentukan bahwa puasa dilakukan pada bulan Ramadlan selama sebulan
penuh. Di dalam puasa dilarang untuk makan, minum dan melakukan relasi
seksual di siang hari. Di sini disebut sebagai rukun puasa. Jika puasa hanya untuk mencegah tiga hal
itu, bisa jadi banyak orang yang mampu melakukannya. Ada banyak orang
yang kuat untuk melakukannya. Asalkan sehat secara fisik maka pastilah
akan kuat untuk menahan tidak makan dan minum selama 8,5 jam. Tinggal
menahan tidak melakukan hubungan seks, yang juga pasti bisa dilakukan.
Akan tetapi yang sulit adalah menahan hawa nafsu, misalnya membicarakan
aib orang, mencibir, mentertawakan, sikap iri yang bercorak keduniawian,
mengeruk uang negara untuk kepentingan pribadi atau golongan, menggunjingkan orang dan sebagainya. Terhadap hal inilah yang
“rasanya” jauh lebih sulit mengatasinya dibandingkan dengan menahan
makan, minum dan berhubungan seks.
Nabi Muhammad saw dalam suatu momen
pasca Perang Badar –perang terbesar dalam sejarah Islam menyatakan dalam
suatu ungkapan bebas, bahwa “kita baru saja menyelesaikan perang kecil
dan akan berperang yang lebih besar ialah perang melawan hawa nafsu”. Jadi berperang melawan hawa nafsu ternyata lebih besar dan sulit
dalam pandangan Nabi Muhammad saw dibandingkan dengan Perang Badar
tersebut.
Tantangan puasa yang sesungguhnya adalah bagaimana menghadapi
tantangan yang besar seperti itu. Makanya puasa lalu seharusnya
menjadikan kita kritis dalam menghadapi hal tersebut. Kita tidak bisa
mengikuti kemauan kehendak dari pimpinan yang tidak jelas maka dengan momen puasa panitia atau pejabat pengadaan harus mampu menolak
secara apriori atas hal yang melanggar aturan yang ada untuk itu maka diperlukan kearifan agar kita menjadi kritis. Oleh karena itu, puasa tidak hanya
diartikan sebagai menahan makan, minum dan hubunga seks. Jika hanya itu,
maka makna puasa akan tereduksi secara fisikal. Padahal puasa tersebut
memiliki makna spiritual yaitu kemampuan untuk menahan hawa nafsu di
era seperti sekarang.
Jadi panitia atau pejabat pengadan dan para pihak pengadaan harus dapat memaknai puasa sejatinya menjadi ajang penyerahan diri kepada Allah SWT.
Menjadikan diri lebih sabar dan pengendalian diri dari hawa nafsu
dunia serta untuk itu maka hikmah
yang bisa didapatkan dari berpuasa adalah melatih manusia untuk sabar
dalam menjalani hidup. Selain itu yang bisa didapatkan selain
untuk menjadi orang yang bertakwa juga melatih dan mendidik jiwa agar
dapat menguasai diri, melatih menahan hawa nafsu agar senantiasa tidak
dimanjakan akan nafsu duniawi. Mendidik untuk dapat memegang amanat
dengan sebaik-baiknya dan menjalankan pekerjaan sesuai dengan aturan yang ada dengan bekal iman dan ikhsan yang dipelihara dan sedang di upgrade selama bulan puasa ini.
0 komentar:
Posting Komentar